Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara tim dosen dan mahasiswa dengan kader posyandu Kelurahan Cilaku, dalam rangka Program Pengabdian kepada Masyarakat – Skema Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat Tahun Anggaran 2025, yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Dikethaui, Stunting masih menjadi tantangan besar di Indonesia, dan pencegahannya menuntut upaya lintas sektor.
Tim pengabdian dari Serang ini memulai langkah kecil dengan memanfaatkan potensi lokal: ikan payus (Elops hawaiensis), yang kaya protein hingga 23,9 gram per 100 gram daging.
Selama ini ikan payus lebih sering diolah menjadi bontot, makanan tradisional khas Banten.
Namun melalui kegiatan ini, masyarakat diperkenalkan cara baru mengolahnya menjadi katsu sehat dan bergizi bentuk inovasi pangan lokal yang tidak hanya meningkatkan nilai gizi, tapi juga daya tarik anak-anak terhadap makanan bergizi.
“Kami ingin menghadirkan solusi yang sederhana tapi nyata dengan bahan lokal yang mudah dijangkau dan sesuai dengan selera keluarga Indonesia,” ujar salah satu anggota tim dosen. Sabtu 1 November 2025.
Program ini tidak hanya berfokus pada edukasi gizi, tetapi juga memberikan keterampilan langsung kepada masyarakat. Para peserta belajar mulai dari pemilihan bahan, pengolahan ikan, pencampuran adonan, hingga penggorengan higienis.
Program ini menonjolkan dua aspek utama: kemasyarakatan dan manajemen. Dari sisi kemasyarakatan, kegiatan ini berhasil menumbuhkan rasa percaya diri kader posyandu dalam mengelola kegiatan berbasis pangan bergizi.
Kini, beberapa posyandu di wilayah Cilaku mulai menjadwalkan pembuatan rutin Katsu Ikan Payus sebagai menu PMT untuk balita.
Sementara dari sisi manajemen, tim menerapkan pendekatan kolaboratif.
Kader bertanggung jawab menyiapkan bahan dan pendistribusian produk, sedangkan tim dosen mengatur peralatan, supervisi teknis, dan monitoring kegiatan.
Pemantauan hasil dilakukan melalui grup WhatsApp sebagai sarana dokumentasi dan komunikasi jarak jauh antara kader dan tim pengabdian.
“Kami berusaha agar kegiatan ini tidak berhenti pada pelatihan, tetapi bisa terus berjalan di masyarakat dengan sistem yang sederhana dan bisa dipantau bersama,” ungkap salah satu anggota tim.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa pencegahan stunting tidak harus dimulai dari kebijakan besar tapi bisa dari ruang kecil tempat masyarakat belajar bersama.
Dosen, mahasiswa, dan kader posyandu saling mengisi peran: akademisi membawa ilmu, kader membawa semangat, dan masyarakat membawa kearifan lokal.
“Kami belajar bahwa ilmu tidak berhenti di kampus. Ketika turun ke masyarakat, ilmu itu hidup dan memberi makna,” kata salah satu mahasiswa yang terlibat.
Keberhasilan ini menjadi contoh nyata pendidikan terapan yang berdampak sosial.
Melalui kolaborasi lintas sektor, inovasi pangan lokal bisa menjadi bagian dari solusi nasional untuk mewujudkan generasi bebas stunting.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim dosen dan mahasiswa yang terdiri dari:
Leni Halimatusyadiah, SST., Bd., M.Kes, Rina Octavia, SST., Bd., M.Kes, apt. Fajrin Noviyanto, M.Sc, Dinda Ayu Aprilia Qurotul Ain, dan Rahma Maghfiroti Maula.
Sebagai bentuk apresiasi, tim menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, atas dukungan pendanaan Program Pengabdian kepada Masyarakat Skema Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat Tahun Anggaran 2025.
“Kami berharap inisiatif kecil ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk menggali potensi pangan lokalnya masing-masing, demi mendukung Indonesia bebas stunting,” tutup pernyataan tim pengabdian.





















