Scroll untuk baca Berita

Pasang Iklan, Advertorial dan Kirim Release, click here
Nasional

Publik Menunggu Langkah Munir Satukan PWI

4
×

Publik Menunggu Langkah Munir Satukan PWI

Sebarkan artikel ini

Oleh: Junaidi Rusli

detak.co.id, Jakarta – Kongres Persatuan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang baru saja usai meninggalkan catatan sejarah baru bagi dunia pers nasional.

Setelah bertahun-tahun organisasi wartawan tertua di Indonesia ini dilanda konflik internal yang melelahkan, terpilihnya Munir sebagai Ketua Umum membawa harapan besar sekaligus tantangan yang tidak ringan: menyatukan kembali PWI sebagai rumah besar semua jurnalis Indonesia.

Harapan Baru, Beban Berat

Sejak lama, PWI kerap tersandera oleh rivalitas internal. Alih-alih menjadi forum merumuskan agenda besar pers, kongres lebih sering dipersepsikan sebagai panggung pertarungan elit.

Akibatnya, kepercayaan publik terhadap PWI menurun. Kini, pasca Kongres Persatuan, beban Munir jelas: mengembalikan marwah PWI.

Publik menunggu langkahnya dalam merajut kembali keutuhan organisasi, merangkul semua pihak, serta menghapus sekat kubu-kubuan yang selama ini memecah belah internal PWI.

“PWI bukan milik segelintir orang, melainkan rumah besar bagi seluruh jurnalis Indonesia. Kepemimpinan yang inklusif adalah kunci,” ujar salah satu pengamat media, menekankan pentingnya kepemimpinan yang bisa merekatkan, bukan memisahkan.

Agenda Besar Munir: Inklusif, Transparan, dan Profesional

Munir dituntut segera menunjukkan keberanian dalam menyusun kepengurusan yang inklusif dan transparan.

Tata kelola organisasi harus berorientasi pada profesionalisme, bukan kepentingan kelompok tertentu.

Selain itu, ia juga ditantang menjawab berbagai problem aktual dunia pers:

Digitalisasi Media yang mengubah pola kerja dan distribusi informasi.

Kesejahteraan Jurnalis yang masih menjadi isu klasik, dengan banyak pekerja media menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Ancaman Kebebasan Pers yang tak jarang muncul dalam bentuk intimidasi maupun kriminalisasi.

“Pers nasional harus kembali ke khitahnya sebagai benteng demokrasi. Dan PWI punya tanggung jawab moral untuk memimpin jalan itu,” tegas seorang akademisi komunikasi dari Universitas Indonesia.

Menunggu Langkah Konkret

Pasca kongres, bola kini ada di tangan Munir. Ia harus membuktikan bahwa PWI masih relevan sebagai organisasi pers profesional, independen, dan berintegritas.

Jika Munir berhasil mengembalikan marwah PWI, sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin persatuan.

Namun jika gagal, risiko terbesar adalah PWI semakin ditinggalkan oleh komunitas pers maupun masyarakat yang membutuhkan organisasi jurnalis yang kuat dan kredibel.

Kongres Persatuan memang sudah selesai, tetapi pekerjaan besar baru saja dimulai. Munir harus berani mengambil langkah tegas: menyatukan PWI, merestorasi kepercayaan publik, dan memastikan PWI kembali berperan sebagai garda terdepan dalam menjaga demokrasi Indonesia.
Kini, publik menunggu.