detak.co.id, JAKARTA — Memperingati Hari Buruh Internasional, Jaringan Perempuan untuk Negara Peduli Pengasuhan (JAGA PENGASUHAN) menyerukan agar isu kerja perawatan dan beban ganda pengasuhan yang ditanggung oleh perempuan pekerja menjadi bagian dari perjuangan buruh nasional. Dalam seruannya, JAGA PENGASUHAN menekankan pentingnya pengakuan negara terhadap kerja pengasuhan yang selama ini tidak terlihat dan tidak dihargai, meskipun berperan vital dalam menopang kehidupan masyarakat dan ekonomi.
JAGA PENGASUHAN menyoroti kondisi para perempuan yang setiap harinya harus menjalani peran ganda—baik sebagai pekerja di sektor formal dan informal maupun sebagai pengasuh anak, lansia, dan anggota keluarga yang sakit. Kerja pengasuhan ini, menurut mereka, masih dianggap sebagai “urusan pribadi perempuan” dan tidak mendapatkan perhatian maupun dukungan struktural dari negara.
“Kerja perawatan adalah inti dari kemanusiaan. Ia menopang jalannya masyarakat dan ekonomi kita, namun tetap tidak dihargai dan tidak terlihat,” demikian kutipan dari laporan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 2018 yang diangkat dalam pernyataan JAGA PENGASUHAN.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa minimnya dukungan negara terhadap kerja pengasuhan telah berdampak serius pada posisi dan kesejahteraan perempuan pekerja. Di antaranya, banyak ibu yang dipaksa mengundurkan diri atau diberhentikan saat hamil dan melahirkan, terbatasnya akses terhadap tempat penitipan anak (daycare), hingga diskriminasi usia dan asumsi negatif terhadap kinerja ibu pekerja.
Kondisi ini semakin berat bagi perempuan yang menjadi pencari nafkah tunggal, yang harus menanggung tanggung jawab pengasuhan dan ekonomi keluarga tanpa dukungan memadai dari negara atau lingkungan kerja.
Padahal, Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak telah mengamanatkan penyediaan tempat penitipan anak berbasis komunitas maupun tempat kerja (Pasal 27). Namun implementasi kebijakan ini dinilai masih jauh dari harapan.
Menyikapi hal tersebut, JAGA PENGASUHAN menyampaikan tiga tuntutan utama kepada negara dan dunia usaha:
- Segera mewujudkan sistem daycare publik, gratis dan/atau bersubsidi yang mudah diakses, baik di permukiman maupun di tempat kerja.
- Menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap ibu pekerja, termasuk yang berkaitan dengan usia, status pernikahan, atau kondisi kehamilan.
- Mengakui kerja perawatan sebagai kerja produktif yang layak mendapat perlindungan hukum, jaminan sosial, dan penghargaan yang setara dengan bentuk pekerjaan lainnya.
“Kerja perawatan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi merupakan tanggung jawab negara,” tegas Syahar Banu.
JAGA PENGASUHAN berharap pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap realitas kerja perawatan yang dijalani jutaan perempuan Indonesia. Pengakuan dan dukungan negara dinilai menjadi kunci dalam menciptakan keadilan sosial dan ekonomi yang lebih setara di Indonesia. (Aip)