detak.co.id TANGSEL – Fraksi – fraksi di DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mulai menyampaikan pandangan umumnya terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Kota Tangsel, masing-masing fraksi menyoroti pentingnya penyusunan RTRW yang cermat, berwawasan lingkungan, serta berpihak pada perlindungan ruang hijau dan sumber daya alam.
Seperti fraksi Partai Demokrat yang disampaikan oleh Yanto, menurut penilaian fraksinya, penyusunan RTRW harus dilakukan secara hati-hati dan komprehensif karena dokumen tersebut menjadi acuan utama dalam perencanaan pembangunan jangka panjang maupun menengah di Kota Tangsel.
RTRW berperan penting dalam memastikan pemanfaatan ruang secara optimal dan mencegah tumpang tindih fungsi lahan. Penetapan zonasi yang jelas dinilai dapat menghindarkan konflik tata ruang, seperti kawasan permukiman yang terlalu dekat dengan area industri.
“Kami menekankan bahwa RTRW harus menetapkan lokasi dan fungsi ruang yang jelas untuk investasi, guna memberikan kepastian hukum bagi para investor sekaligus menjamin perlindungan terhadap lingkungan dan sumber daya alam.
Mereka menambahkan, RTRW memiliki peran strategis dalam mencegah dan mengendalikan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan, seperti pencemaran air, tanah, dan udara,” kata Yanto di Gedung DPRD Tangsel, Senin (27/10/2025).
Sedangkan Fraksi Gerindra yang disampaikan oleh Ketuanya, Zulfa Sungki memberikan perhatian khusus pada aspek mitigasi lingkungan dan perubahan iklim dalam Raperda RTRW.
Fraksi Gerindra berpandangan bahwa kebijakan tata ruang harus selaras dengan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, dengan memperkuat arah kebijakan pembangunan hijau dan berketahanan.
“Kami berpandangan bahwa perlu ada penguatan strategi mitigasi lingkungan dan integrasi rencana adaptasi perubahan iklim dalam seluruh kebijakan tata ruang,” ujar Zulfa.
Zulfa juga menekankan pentingnya penegasan sistem pengawasan dan penegakan hukum tata ruang yang berbasis transparansi publik dan teknologi informasi. Evaluasi RTRW, menurut Gerindra, sebaiknya dilakukan secara periodik setiap lima tahun untuk memastikan efektivitas pengendalian ruang.
Selain itu, penerapan sanksi dan disinsentif bagi pelanggaran tata ruang harus dilakukan secara tegas demi menjaga ketertiban dan keteraturan ruang kota.
Sementara itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyoroti aspek perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap situ-situ atau danau alami yang tersebar di Kota Tangsel.
Ketua Fraksi PKB Muthmainnah menilai, salah satu persoalan paling mendasar dalam penyusunan Raperda RTRW adalah bagaimana memastikan perlindungan dan penataan situ yang selama ini mengalami tekanan akibat alih fungsi lahan yang masif.
“Kita masih mengingat bagaimana Situ Kuru di Ciputat mengalami penyempitan dan dikepung pembangunan yang tidak lagi menyisakan ruang serapan. Hal serupa juga mengancam Situ Gintung, Situ Rompong, Situ Parigi, hingga Situ Pamulang,” ungkapnya.
Menurutnya, situ-situ tersebut bukan sekadar genangan air, melainkan warisan ekologis dan kearifan lokal yang menjaga keseimbangan air dan suhu kota, menjadi habitat satwa, serta ruang publik alami bagi warga.
“Karena itu, Fraksi PKB menegaskan bahwa perlindungan situ harus ditempatkan sebagai agenda strategis utama dalam RTRW, bukan hanya pelengkap. Setiap situ perlu memiliki status hukum yang jelas sebagai zona lindung, disertai peta sempadan resmi, rencana pengelolaan, serta larangan alih fungsi permanen,” pungkasnya. (Dra).





















