Scroll untuk baca Berita

Pasang Iklan, Advertorial dan Kirim Release, click here
Daerah

Peran Camat Dalam Pengolahan Sampah Organik Melalui Pemanfaatan Maggot

8
×

Peran Camat Dalam Pengolahan Sampah Organik Melalui Pemanfaatan Maggot

Sebarkan artikel ini

detak.co.id  SERDANG BEDAGAI – Pengelolaan sampah organik masih menjadi tantangan besar di banyak daerah-daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan di hampir seluruh provinsi di Indonesia.

Tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik tak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga menghasilkan gas rumah kaca seperti metana yang berbahaya.

Di tengah kebutuhan akan solusi yang efektif dan ramah lingkungan, budidaya maggot, atau larva lalat Black Soldier Fly (BSF), hadir sebagai inovasi yang menjanjikan.

Dalam rangka kegiatan Diklat Pelatihan Kepemimpinan Administrator, camat Teluk Mengkudu, kabupaten Serdang Bedagai, Riski Abdullah Nasution melakukan aksi perubahan dengan memanfaatkan sampah organik untuk budidaya Maggot.

Menurutnya, maggot BSF adalah larva dari lalat tentara hitam yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengurai limbah organik.

“Mereka dapat mengonsumsi sampah hingga dua kali lipat dari berat tubuhnya dalam sehari. Proses ini menjadikan penguraian limbah jauh lebih cepat dibandingkan metode kompos tradisional,” ucapnya, Jumat (22/8/2025).

Kata dia, selain cepat dan efisien, maggot juga memiliki siklus hidup yang singkat—dari telur hingga panen hanya memerlukan waktu sekitar 15–20 hari.

“Ini menjadikan budidaya maggot sangat potensial untuk diintegrasikan dalam sistem pengelolaan limbah skala kecil maupun besar,” ungkap Riski.

Kata Riski, maggot dapat memakan berbagai jenis sampah organik, mulai dari sisa makanan rumah tangga hingga limbah pasar.

“Dengan kemampuannya yang tinggi dalam mengurai sampah, maggot membantu mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan memperpanjang usia operasionalnya,” paparnya.

Penggunaan maggot sebagai pakan alternatif dapat menekan biaya operasional di sektor peternakan yang selama ini sangat tergantung pada pakan impor atau berbahan baku mahal.

“Maggot kaya akan protein dan lemak, menjadikannya pakan ideal untuk ikan, ayam, dan hewan ternak lainnya,” jelas Rizki.

Riski menambahkan, budidaya maggot tidak memerlukan lahan luas dan bisa dimulai dari skala rumah tangga. Produk yang dihasilkan baik maggot segar, maggot kering, maupun kasgot memiliki nilai jual tinggi.

“Ini membuka peluang usaha baru yang berkelanjutan, terutama bagi masyarakat di kecamatan Teluk Mengkudu dengan akses terbatas terhadap lapangan kerja formal,” pungkas dia.

Bagi dia, budidaya maggot bukan sekadar tren, melainkan solusi nyata, efisien, dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan sampah organik.

“Dengan manfaat yang menyentuh aspek lingkungan, ekonomi, hingga sosial, metode ini layak untuk dikembangkan lebih luas baik di tingkat rumah tangga, komunitas, hingga industri,’ tambah Riski.

Dengan aksi ini, dapat diharapkan untuk mengurangi sampah organik khususnya di desa pasar baru, juga dapat berguna bagi masyarakat khususnya desa pasar baru kemudian dr maggot tersebut dapat bermanfaat juga bagi masyarakat seperti utk pakan ternak, untuk umpan mancing dan lainnya. .

“Maggot memberi kita pelajaran penting bahwa bahkan dari sampah, kita bisa menciptakan peluang, menjaga alam, dan menyejahterakan masyarakat,” tutupnya. (ap)